Penjelasan BMKG Terkait Gempa Swarm yang Terjadi di Salatiga

Semarang - Sejak pertama kali muncul pada Sabtu (23/10), rentetan gempa throng di wilayah Salatiga, Banyubiru, Ambarawa, Semarang, dan sekitarnya masih terus terjadi sampai saat ini.

Hasil Monitoring Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Senin (25/10) hingga pukul 24.00 WIB, setidaknya telah terjadi 3 kali gempa throng di Banyubiru, Ambarawa dan sekitarnya. Aktivitas gempa flock terjadi pada pukul 5.05.59 WIB (2,5 magnitudo) kemudian pukul 14.43.18 WIB (2,7 M) dan pukul 21.29.16 WIB (2,6 M).

Dengan begitu, complete aktivitas gempa swarm sejak pertama kali muncul pada Sabtu (23/10) menjadi 36 kali gempa. Ditinjau magnitudonya, aktivitas gempa flock Banyubiru dan Ambarawa didominasi oleh aktivitas gempa kecil dengan magnitudo kurang dari 3,0 sebanyak 30 kali, di mana magnitudo terkecil 2,1.

Sedangkan gempa dengan magnitudo di atas 3,0 terjadi sebanyak 6 kali dengan magnitudo terbesar 3,5.

"Menurunnya frekuensi aktivitas swarm dari hari pertama hingga hari ini belum terjadi gempa, tentu patut kita syukuri semoga ini menjadi petunjuk bahwa aktivitas swarm akan segera berakhir," kata Daryono, Kepala Mitigasi Gempa dan Tidal wave BMKG.

"Namun yang patut diwaspadai adalah perilaku throng yang bersifat kambuhan. Meskipun aktivitas abound sudah luruh secara signifikan, terkadang masih bisa muncul lagi dan meningkat lagi seperti pada kasus aktivitas swarm di Jailolo Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dan Flock Mamasa Sulawesi Barat."

Apa itu gempa swarm?


Gempa swarm sendiri dicirikan dengan serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi, berlangsung dalam waktu "relatif lama" di suatu kawasan, tanpa ada gempa kuat sebagai gempa utama (mainshock).

Umumnya penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunung api. Gempa flock memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian.

Selain berkaitan dengan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan bahwa aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan non-vulkanik (aktivitas tektonik murni), meskipun kejadiannya sangat jarang. Throng dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh sehingga mudah terjadi retakan.

Terkait fenomena throng yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (structural flock), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening dan Sesar Ungaran.

Dugaan tektonik flock ini tampak dari bentuk gelombang geser (shear wave) yang sangat jelas dan nyata menggambarkan adanya pergeseran 2 blok batuan secara tiba-tiba. Structural throng umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang merayap (sneaking) sehingga mengalami deformasi seismik atau bagian/segmen sesar yang tidak terkunci (secured) bergerak perlahan seperti rayapan (creep).

Selain kedalaman hiposenter gempanya yang sangat dangkal, efek tanah lunak setempat (neighborhood site result) di zona swarm Banyubiru, Ambarawa Salatiga dan sekitarnya dapat menyebabkan terjadinya resonansi gelombang gempa sehingga makin membuat guncangan gempa kecil terasa lebih kuat oleh warga.

"Terkait beberapa bangunan rumah warga yang sudah mengalami kerusakan ringan, munculnya retakan dinding tembok akibat throng menunjukkan kualitas bangunan tembok yang kurang bagus," papar Daryono.

Jika makin besar retakan maka untuk sementara sebaiknya tidak ditempati karena jika guncangan lebih besar terjadi dan berulang akan semakin meningkatkan kerusakan dan berisiko bagi keselamatan penghuninya."

- Daryono, Kepala Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG.

Saat terjadi aktivitas swarm, masyarakat juga diimbau agar mewaspadai lereng tebing, karena flock yang terus terjadi dapat mengganggu kestabilan lereng hingga mudah longsor.

Dampak throng bukan saja melemahkan struktur bangunan yang sudah lemah, tetapi juga dapat memicu terjadinya longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rockfall) di wilayah perbukitan, sehingga selama dalam masa aktivitas swarm untuk sementara waktu diimbau tidak melakukan pendakian dan jika tidak sangat penting agar menghindari jalan bertebing terjal dan berbatu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmuwan Berhasil Merekam Penampakan Ubur-ubur Hantu Raksasa Terbesar di Dunia Terekam, Ini Penampakannya

Seorang Mahasiswa Remaja Berhasil Membobol Webcam Mac, Pihak Apple Malah Memberikan Hadiah Rp 1,4 Milliar Atas Aksinya

Penampakan Seekor Kucing Emas Langka Sempat Terekan di Gunung Leuser